Dracin Terbaru: Bayangan Yang Menyatu Dengan Angin Pagi
Bayangan yang Menyatu Dengan Angin Pagi
Aula Emas Istana Kekaisaran dipenuhi gemerlap cahaya lilin. Lampu-lampu kristal raksasa memantulkan cahaya ke lantai marmer, menciptakan ilusi kedalaman tak berujung. Di tengah kemegahan yang MEMUKAU ini, berdiri Kaisar Li Wei, seorang pria muda yang bahunya memikul beban seluruh kekaisaran. Tatapan matanya tajam seperti elang, mengamati barisan pejabat yang membungkuk hormat di hadapannya. Namun, di balik senyum tipis yang menghiasi bibirnya, tersimpan badai keraguan dan ketidakpercayaan.
Di sisi lain aula, berdiri Permaisuri Hua Qing, kecantikannya bak rembulan di tengah malam. Gaun sutra merah delima yang dikenakannya berkilauan seiring gerakannya yang anggun. Semua mata tertuju padanya, namun ia hanya membalas dengan senyum tipis, menyembunyikan rahasia yang menggelegak di dalam hatinya.
Cinta mereka, dulu, adalah percikan api di tengah kegelapan. Li Wei, seorang pangeran yang haus akan kekuasaan, melihat Hua Qing sebagai kunci untuk mencapai tahta. Hua Qing, seorang wanita cerdas yang terjebak dalam sangkar emas, melihat Li Wei sebagai pelarian dari takdir yang telah ditentukan. Namun, takdir mereka terjalin dalam benang KEKUASAAN. Setiap janji, setiap sentuhan, setiap bisikan cinta, hanyalah bidak dalam permainan yang lebih besar.
"Wei, aku mencintaimu lebih dari apapun," bisik Hua Qing suatu malam, di bawah taburan bintang di taman istana. Li Wei hanya tersenyum. Kata-kata itu manis, namun hatinya terlalu sibuk merencanakan manuver politik untuk benar-benar mempercayainya.
Bertahun-tahun berlalu, dan Li Wei berhasil menduduki tahta. Hua Qing, di sampingnya, menjadi permaisuri yang dihormati. Namun, kekuasaan telah meracuni Li Wei. Ia menjadi paranoid, mencurigai semua orang, termasuk Hua Qing. Ia melihat ambisi dalam matanya, mendengar bisikan pengkhianatan dalam setiap senyumnya.
Bisikan pengkhianatan memang merayap di balik tirai sutra istana. Konspirasi berputar di antara para pejabat, para kasim, dan bahkan para dayang. Li Wei, yang dibutakan oleh paranoia, mulai menyingkirkan satu per satu orang-orang yang ia anggap ancaman. Namun, ia tidak menyadari bahwa ancaman SEBENARNYA berada tepat di sisinya.
Hua Qing menyaksikan kehancuran Li Wei dengan hati dingin. Cinta yang pernah ia rasakan telah berubah menjadi KEBENCIAN yang membara. Ia telah diperalat, dikhianati, dan direndahkan. Namun, ia tidak akan membiarkan dirinya menjadi korban. Ia telah merencanakan balas dendamnya dengan kesabaran seorang ratu dan ketajaman seorang ahli strategi.
Pada malam bulan purnama, Hua Qing memberikan cawan berisi arak beracun kepada Li Wei. "Untuk kesehatan Kaisar," ucapnya dengan senyum manis yang mematikan. Li Wei, yang masih dilanda paranoia, meneguk arak itu tanpa curiga.
Saat Li Wei terhuyung-huyung dan jatuh ke lantai, Hua Qing berlutut di sampingnya. "Kau salah mengira cintaku, Wei," bisiknya dingin. "Kau pikir aku hanya boneka. Kau salah."
Balas dendam Hua Qing sangat ELEGAN, DINGIN, dan MEMATIKAN. Ia tidak hanya membunuh Li Wei, tetapi juga menghancurkan seluruh dinasti yang dibangunnya.
Ketika fajar menyingsing, dan matahari pertama menyinari Aula Emas, Hua Qing berdiri tegak di samping jasad Li Wei. Bayangan yang selama ini menyatu dengan angin pagi kini berdiri sendiri, kuat, dan tak terkalahkan.
Dan saat matanya bertemu dengan mata-mata para pejabat yang ketakutan, ia tahu bahwa sejarah baru saja menulis ulang dirinya sendiri…dengan tinta darah dan air mata.
You Might Also Like: 39 Tutorial Pembersih Wajah Centella