Cerpen Seru: Kau Mencintaiku Di Kehidupan Ini, Tapi Aku Mencintaimu Di Kematianmu
Kau Mencintaiku di Kehidupan Ini, Tapi Aku Mencintaimu di Kematianmu
Langit senja membias jingga, memantul di Danau Xi Hu. Punggung Junxi tampak tegap, anggun dalam balutan cheongsam sutra berwarna jade. Angin berbisik lirih, memainkan helai rambutnya yang hitam legam. Ia memandang siluet kota di kejauhan, hatinya sepi bagai padang gurun di musim dingin.
Dulu, danau ini adalah saksi bisu janji mereka. Janji abadi. Janji yang dilukis dengan tinta emas di atas kanvas mimpi. Janji yang kini terasa bagai belati, menusuk jantungnya berkali-kali.
Lin Yi, kekasihnya, tunangannya, belahan jiwanya, telah mengkhianatinya. Bukan dengan wanita lain, tapi dengan kekuasaan. Dengan ambisi. Dengan sebuah takhta. Ia menikahi putri Jenderal Agung, demi memperkuat posisinya. Meninggalkan Junxi terkapar, berlumuran senyum yang menipu dan pelukan yang beracun.
Junxi tidak menangis. Air matanya sudah mengering, diserap oleh sumpah serapah yang ia telan mentah-mentah. Ia tidak berteriak. Suaranya telah hilang, ditelan oleh gema janji palsu yang menggantung di udara. Ia hanya tersenyum. Sebuah senyum yang mematikan, dingin dan membeku.
"Aku mengerti," bisiknya pada angin. "Kau memilih kekuasaan. Kau memilih takhta di atas hati."
Bulan-bulan berlalu. Junxi tetap anggun, tetap tenang. Ia membangun imperiumnya sendiri, bukan dari darah dan air mata, tapi dari kecerdasan dan ketenangan. Ia menjadi pedagang paling berpengaruh di seluruh negeri, hartanya melampaui kekayaan istana.
Lin Yi, kini Kaisar Lin Yi, memandangnya dari kejauhan. Matanya menyimpan penyesalan yang mendalam. Ia melihat Junxi, wanita yang dulu dicintainya dengan sepenuh hati, kini berdiri tegak, menguasai dunia dengan satu gerakan tangannya. Ia melihat kehilangan.
Pesta ulang tahun Kaisar diadakan dengan megah. Seluruh bangsawan hadir, termasuk Junxi. Ia memberikan hadiah yang sangat istimewa: sebotol anggur termahal dari seluruh penjuru dunia.
"Anggur ini… sangat istimewa," kata Junxi, suaranya lembut bagai sutra. "Di setiap tetesnya, ada penyesalan."
Lin Yi meminumnya. Rasanya manis, lalu pahit. Sangat pahit. Penyesalan menghantuinya. Ia melihat Junxi, wanita yang seharusnya menjadi ratunya, kini tersenyum padanya dengan tatapan yang penuh iba… dan kemenangan.
Beberapa hari kemudian, Kaisar Lin Yi jatuh sakit. Tidak ada tabib yang mampu menyembuhkannya. Racun yang merasukinya bukan racun biasa. Itu adalah racun penyesalan, yang perlahan-lahan menggerogoti jiwanya.
Junxi berdiri di samping ranjangnya, memandang wajahnya yang pucat. "Kau mencintaiku di kehidupan ini," bisiknya lirih. "Tapi aku mencintaimu… di kematianmu."
Lin Yi menatapnya dengan mata penuh penyesalan. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi suaranya tercekat. Ia hanya bisa memejamkan mata, menerima hukuman yang setimpal.
Junxi berbalik, meninggalkan istana. Hatinya terasa hampa, tapi juga lega. Dendamnya telah terbalaskan, bukan dengan darah, tapi dengan penyesalan abadi. Ia tahu, Lin Yi akan hidup dalam neraka penyesalan selama sisa hidupnya… atau setelah kematiannya.
Cinta dan dendam… lahir dari tempat yang sama.
You Might Also Like: 0895403292432 Distributor Skincare